Atas : Aku, dan Tira
Bawah : Hera dan Rani
Bermula dari sebuah pertemuan yang aku anggap adalah sebuah
pertemuan menuju hal yang membuatku hingga seperti ini, ingin sedih tidak
memiliki hak, namun ingin senang tapi nyatanya, hatiku tak berkata demikian.
Hari itu aku kira adalah sebuah hari yang akan menjadi catatan sejarah untuk
perjalanan hidup aku. Walau ku belum mengenal siapa sebenarnya kamu.
Jantungku
saat itu seperti berdetak dengan kecepatan diatas maksimal,ditambah lagi dengan
cairan titik jernih yang mulai tumpah dari tubuhku. Ketika surat kertas izin
keluar itu masuk ke kelasku dan namaku pun di sebutkan untuk menemui salah satu
PKS disekolahku. Saat itu, semua rasa cemas ku dan rasa pasrah bersatu hingga
akhrinya aku telah tiba didepan kantor PKS. Dengan wajah yang pasrah dan setengah
bingung aku masuk.
Nyatanya,
disitu aku salah. Saat itu, aku hanya berfikir aku telah menjadi salah satu
korban kesalahan nama pemanggil di PKS, ditambah lagi dengan tidak ada nya
penghuni di PKS yang membuatku semakin curiga. Tak lama kemudian, datanglah
dini yang tadi masuk ke kelasku untuk memanggil aku untuk menemui PKS, ternyata
ia salah. Harusnya aku masuk kekantor kepala sekolah, untuk menemui rekan-rekan
yang sudah cukup lama menungguku.
Rasa
bingung dan ditambah lagi dengan deg-degan pun aku mulai melangkah ke kantor
kepala sekolah, ketika sampai didalamnya aku ditatap tajam oleh salah satu
orang disitu, yaitu pingky. Aku sendiri baru kenal dia pada diruang itu dan pas
saat itu ia menggunakan baju dengan bet nama yang terang . mungkin diantara
yang lain ini pingky adalah orang yang paling familiar di telingaku, karna ada
beberapa temanku pernah bercerita tentang pingky ini kepadaku.
Tidak
hanya pingky yang familiar ditelingaku, juga ada tira, dia adalah salah satu
primadona yang cerdas di sekolah kami, tercatat beberpa kali juga tira adalah
pemilik beasiswa beberapa kali. Karna kepintaran nya figa, rekan ku dikelas
satu dulu, sempat mengagumi tira. Dengan senyum dan sedikit lesung pipit di
pipi nya membuatnya kian sempurna ketika tersenyum.
Lalu,
juga ada rani. Rani ini kebetulan adalah teman tetangga kelasku, mungkin
diantara yang lain dia lah yang paling sering kuliat setiap harinya karna kelas
kami yang hanya dibatasi sebuah dinding. Rani ini cukup terkenal di bidang nya
dengan keahlihan akutansi nya yang sangat akurat.
Yang
terakhir hera, hera ini salah satu murid kesayangan dari salah satu guru
favoritku disekolah. Dengan style polosnya mungkin tak ada yang tau dia adalah
seorang penyiar radio swasta dikotaku. Bakat dan kemampuan nya mungkin yang
paling unik diantara yang lain. Terkadang serius namun terkadang membuat
suasana menjadi ramai.
Setelah
aku meminta maaf kepada mereka, aku langsung duduk dan tak lama kemudian
masuklah dini, disitu aku mulai kesal dengannya. Tapi tak lama kemudian dia
meminta maaf, lalu berkata kami adalah tim kontingen yang akan mewakili sekolah
kami di suatu perlombaan debat. Aku yang saat itu hanya bingung dan masih kesal
hanya bisa diam, ketika yang lain pertanyakan jadwal lomba yang berbenturan
dengan jadwal olimpiade mereka.
Tak lama
kemudian, dini melemparkan sebuah pertanyaan yang tak kuduga sebelumnya. “min?
kau ikutkan? Kau udah disini soalnya. Ikut deh yah? Biar ada ahli IT kita? Kan,
kata adit kau ahli tuh yang teori gitu-gituan?”
Pertanyaan
itu membuat aku makin terpojok,ditambah lagi mereka memakai nama salah satu
teman sekaligus Ketua OSIS disekolah kami. Tak lama kemudian pingky,hera,tira,
mulai ikut mempengaruhiku untuk ikut kedalam tim mereka. Aku yang mulai tidak
nyaman dengan serangan dari mereka bertiga mencoba untuk mengelak dan diam
berjuta bahasa.
“min!!!
mau apa gak? Ini batas pendaftaran nya hari ini jam 12 loh?” kali ini pertanyaan ini lebih lantang
ditanyakan oleh dini kepadaku,
“hmm..
iya deh.. aku ikut aja.. yang mana baiknya..” aku mencoba untuk tenang,walau
dalam hatiku aku tak bisa diam, apa lagi dibentak di kantor kepala sekolah oleh
orang lain.
Setelah
dari situ, aku mulai kembali yakin kalo aku tadinya itu sedang di kerjain.
Karna sebelumnya, gak ada sama sekali konfirmasi ke aku untuk lomba ini. Tak
lama kemudian sampailah aku di kelas dan tak lama aku duduk dikursi panasku,
tiba-tiba beribuan pertanyaan menyerbu aku dari teman-teman di ikuti dengan bu
irna saat itu. Karna saat itu aku males jelasin sama mereka semua. Aku cuman
senyum dan aku rasa mereka cukup mengerti dengan bahasa ku kali ini.
Setelah
sesampainya dirumah, aku teringat oleh ucapan pingky,tira,hera dan rani tadi
disekolah, aku pun masih sangat penasaran dengan orang yang memasukkan aku
dalam tim itu. Walau disatu sisi aku sangat senang. Tapi rasa penasaran ku tak
mau kalah dengan rasa senangku. Beberapa hari kemudian aku dihubungi oleh hera
yang menyuruhku untuk menemuinya di salah satu tempat makan yang biasa jadi
tempat tongkrongan banyak pelajar umumnya disekitar situ.
Aku
masih ragu untuk datang, karna yang ku tau saat itu hanya ada hera dan rani disana.
Setelah beberapa kali rasa bimbang hinggap, aku putuskan untuk menemui mereka.
Setibanya disana, aku seperti merasa kembali dikerjai oleh mereka. Aku melihat
tak ada satu pun dari mereka berempat. Ditambah lagi dengan hera yang saat itu
aku coba telfon dan ternyata tidak diangkat. Setelah aku menunggu 15 menit
ternyata mereka sudah ada didalam. Dan bodohnya aku saat itu, aku hanya mencari
mereka diluar.
“amin
yah?” ujar pingky dengan sedikit senyumnya.
“loh…
kok tau yah??” dengan sedikit rasa bingung karna, jujur.. saat itu aku yang
sedang sedikit kacau mulai tidak focus dengan orang di depan aku.
“hahaha..
aku pingky loh.. kita bakal 1 tim di lomba itu entar.”
Dengan
rasa malu dan rasa kacau yang bercampur aku pun minta maaf ke pingky yang saat
itu aku tebak dia sedang berfikir bahwa aku adalah anak yang sombong, karna
mudah lupa dengan orang yang baru ia kenal.
Tak lama
kemudian, datang lah seorang bidadari yang aku sebut saat itu. Yang sempat
membuatku malu dan kacau. Kehadirannya ini yang paling ku tunggu awalnya, karna
ada beberapa pertanyaan yang mengganjal di benakku ketika selesai pertemuan
beberapa hari yang lalu di kantor itu.
Hari
yang ditunggu pun datang, sesuai peraturan dan perjanjian yang telah kami
berempat sepakati aku, hera,pingky,tira dan rani langsung berkoordinasi satu
sama lain untuk melaksanakan tugas kami masing-masing. Dan kesulitan dalam
lomba ini sendiri, kami harus bekerja sama dan harus selalu berkomunasi dalam
20 hari penuh. Ini semakin membebani kami, ditambah lagi dengan tidak terlalu
mendukungnya fasilitas dan orang-orang disekitar kami saat itu.
Pengumuman
minggu pertama, kedua, kami kalah telak. Perbedaan poin yang sangat jauh kami
rasakan. Apa lagi dengan semakin membludaknya tugas-tugas akhir semester yang
sama sekali tidak bisa di pending saat itu. Adu strategi, adu argument diantara
kami membuat minggu-minggu terakhir lomba ini kian panas. Hingga kami akhirnya
mulai frustasi dan merelakan juara pertama ditangan rival kami.
Walau
akhirnya kami harus kalah, aku salut dengan semangat mereka yang tak pernah
padam. Walau mereka sendiri tau, peluang menang itu semakin hari kian menipis.
Kami cukup menghargai rival kami ini. “Lomba ini pun tutup oleh persahabatan
yang takkan lekang oleh waktu” ujar tira salah satu rekan tim yang tak pernah
lelah mengingatkan kami untuk kompak dan tetap solid.
Rasa
haruku, tak terbendung ketika pada hari puncak rival kami memegang piala
sebagai tanda mereka lah penguasa lomba 20 hari itu. Aku,tira,hera dan rani
memberikan applause tanda kami mengakui merekalah pemenang sejati. Kami juara,
kamilah juara! Juara tanpa mahkota.