Sebuah sesal takkan berarti
jika objek tidak lagi membutuhkan sang subjek yang dimana diketahui saling
berkaitan. Entah hanya karena kesalahan kecil ataupun semuanya memang sudah
fatal. Tapi inilah kenyataannya jika sebuah hati tak lagi bisa ditarik dengan
gaya magnet sekuat apapun. Bila separuh hati takkan pulang dengan separuh hati
lain nya. Mungkinkah separuh hati itu telah temukan hati yang lain? Atau
separuh hati ini telah begitu menyakiti separuh hati nya sehingga tak ada lagi
harapan untuk menyatukan keduanya? Mungkin hanya waktu dan tuhan yang bisa
menjawab keduanya.
Tak tau harus ku awali dari mana
semuanya, yang pasti dia adalah sosok wanita yang selalu mampu buatku tak henti
melihatnya, saat itu terduduk ditengah-tengah sebuah baris jajar. Aku yang dari
kejauhan saat itu awalanya tak begitu mengenalinya, karna mungkin saat itu aku
sedang bertugas sebagai coordinator
barisan dan mengatur yang lainnya. Wajahku semakin berminyak dan tubuh ini
rasanya semakin lelah saja untuk bergerak, ‘’aah.. aku baru ingat, aku hari ini
tidak begitu fit jadi wajar saja aku langsung
begitu lelah saat baru 15 menit-an bekerja’’ Ujar batinku saat itu.
Tak lama, akupun permisi dengan
ketua acara saat itu untuk membasuh wajahku dengan sedikit air agar tidak
begitu terlihat saat itu aku sedang sakit, tak lupa aku membeli sebotol air
mineral untuk me-Netral-kan lemas badanku. Kemudian tibalah aku di gerbang
sebuah ruang dengan kapasitas terbesar di sekolahku yang sering kami sebut
ruang Aula. Tak lama kemudian terduduklah aku dengan sebotol air mineral yang
baru saja kubeli. Selang beberapa saat kemudian, terjadilah sebuah percakapan
singkat dengan ketua kami saat itu.
“Wooy,Min!! tumben, diem aja,
biasanya kau paling heboh.’’ Tegur intan sambil meneguk air mineral yang baru
kubeli tadi.
“Oooh.. itu, iyah nih,Ntan. Aku
lagi gak enak badan hari ini, kayaknya bakalan sakit’’ Balasku dengan sedikit
santai
“Yaudah-yaudah, kau duduk bareng Selvia
aja sana, temenin dia yang sakit juga’’ Sambil menunjuk Selvia yang sedang asik
ngobrol dengan Widya
“Ogah.. liat deh si Selvia, lagi
gossip bareng Widya nah.. entar kalo aku ganggu kan jadi gak asik lagi mereka,
bagusan disini aja jugak, kali aja ada malaikat nongol hahahaa’’ Jawab aku
dengan sedikit menghibur Intan yang terlihat sedikit mulai marah.
Tak lama kemudian Intan menyuruh
anak-anak yang lain untuk sesegera mungkin memulai acara pembukaan penerimaan
anggota baru di Xskul kami. Semetara itu, aku tampak lebih santai dengan duduk
dibelakang dengan coba sesekali mengatur adik-adik kelas yang kulihat tahun ini
begitu variatif dan aktif.
Para Calon anggota baru dengan wajah sok Polos.
Setelah selesai beberapa acara,
tibalah di acara makan bersama. Kali ini aku ditugaskan untuk memastikan para
calon anggota baru saat itu memilki bekal dari rumahnya, karna acara penerimaan
anggota baru hari ini akan berlangsung hingga sore hari. Dan sangat riskan jika
melewatkan satu orang saja yang tidak membawa bekal makan siangnya. Kupastikan
semua anak-anak memiliki bekal makanannya, dan sesekali kulihat apa saja bekal
mereka yang mereka bawa. Dan ternyata begitu beragam. Hingga sampailah aku ke
sebuah barisan yang mayoritasnya berasal dari satu kelas. Dan aku cukup
terkejut karna mereka udah mulai seperti ibu-ibu PKK atau Girlband JKT48
lengkap dengan AKB48-nya,
“Heh? Kelen dari satu kelas yah?
Tanya aku dengan cukup lantang karna jumlah mereka yang begitu banyak.
‘’Yadooooooong!!!!!!!!!!!” Jawab
mereka dengan sombong bagaikan kerajaan Majapahit memenangkan undian mobil dari
sebuah undian perabot rumah tangga.
‘’Kelas berapa cobaklah kelen ini?
Kok aku kayaknya gapernah masuk yah?’’ Tanyaku kembali
‘’Kami masuk dari hati kakak,kak.’’
Jawab seorang anak yang lebih mirip dengan tokoh Jiny Oh Jiny di film Cinta Fitri
season 9
‘’Ciyah? Seriusan, daftar sama Walikelas
apa sama Pembina kami? ‘’ Tanyaku kembali dengan rasa penasaran beribu juta
watt
‘’Sama kak Dian kak, dia baik
banget loh. Oh yah? Kak dian nya mana yah kak?’’ Aku yang mulai bingung saat
itu memilih lari dari meja itu,
Tak tau mengapa, aku hanya terdiam
dan memilih duduk dibalik pintu Aula yang tertutup, kulihat awan yang begitu
cerah dan sesekali terlihat beberapa mahluk Ghaib, mahluk setengah hidup yang
kali ini lebih mirip dengan anak TK yang berebut karna makanan mereka. Dan
kemudian datanglah sang Ibu yang mulai memarahinya karna sang anak adalah
seorang anak superman. Nah loh? Gak nyambung. Lanjut deh,
“Woyyyy Min!!!!!!!!!!” Intan datang
sambil mengejutkan aku yang sedang berkhayal.
‘’Astagfirullah.. Ntan, seneng yah
lihat temen nya mati? Entar kalo aku mati kau gamau nyumbang,’’ Jawab aku
dengan terkejut.
‘’Kau pun, siang-siang gini bukan
nya bantuin yang lain, malah bengong disini. Eh?? Ada yang mirip sama kau
loh???” Kali ini Intan menguatkan suaranya yang hingga terdengar sampai ujung
barisan.
‘’SIAPA,NTANNNNNN!!!!!!!!!!!!!!!!’’
Jawab aku dengan suara yang tak kalah kuat.
‘’Itu, lupa aku namanya, anak kelas
1 calon anggota baru kita. Kalian mirip loh,’’ Kata intan dengan coba
meyakinkan aku.
‘’Tadak, kau kira nya aku ini
dilahirkan kayak kue lapis, ada edisi selanjutnya?’’ Bantah aku dengan spontan
‘’Tanyak Dian aja deh, kalo kau
masih gapercaya, Diaaaaaaan…. Diaaaaan… ‘’Jawab intan sambil memanggil Dian.
Kemudian, datanglah Dian bersama Ais
yang saat itu sedang asik membahas sesuatu.
‘’Apa Ntan?’’ Jawab Dian.
‘’Ini, anak ini mirip Amin kan?’’
Tanya Intan sambil menunjuk ke seorang anak yang saat ditunjuk hanya bisa
bingung, karna ia fikir saat itu dia
dituduh telah menggelapkan uang nasabah bank century.
‘’Iiih… ia loh!!!!!!!!! Min…. Min…
sini deh, ‘’ panggil Dian sambil menarik tanganku yang sedikit sakit.
‘’iiihhh!!!!!!!! Apaan sih, Dian?
Intan!!! Dari tadi deh, capek tau mondar-mandir kayak gosokan.’’
Jawabku dengan sedikit nada marah.
‘’liat dong, anak ini mirip sama
kau tauk,siapa namanya dek?’’ Tanya dian sambil sedikit tersenyum.
‘’Ulfa Davira,kak ‘’ Jawab anak itu
dengan sok lugu.
‘’Mirip gimana cobak? Dia cewek,
aku cowok? Mirip dari mana???’’ Tanya aku dengan bingung.
‘’Kata orang, kalo mirip itu jodoh
loh,min Ciyeeeeeee’’ Jawab Intan dengan maksud mengejek.
Setelah aku dikenalkan dengan anak
itu, aku pun kembali ketempat lamunan awalku tadi. Tak lama kemudian aku
terfikir, ‘’Ia jugak sih, anak itu mirip sama aku’’ sambil sesekali melihat anak
itu yang duduk diapit oleh dua orang temannya dan sesekali memamerkan berlian
terbaiknya saat itu, Senyumnya.
Aku saat itu hanya bisa terdiam dan
takjub dan nyaris saja lutut-ku meleleh seperti aku saat itu adalah coklat dan
dia adalah pancaran matahari, aku meleleh. Sejenak, aku membayangkannya adalah
seorang Bidadari dengan senyum tersempurna hari itu. Tak ada lagi wanita yang
kulihat sejak kubayangkan dia. Entah itulah yang dinamakan cinta pandangan
pertama yang sempat aku benci, karna tidak masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah
perjumpaan singkat bisa membuat sebuah hati berdetak dengan begitu dahsyat hingga
diatas angka normalnya.
Waktu pun saat itu, tak mampu untuk
menahanku lebih lama melihat senyumnya saat itu. Setidaknya menahanku dan dia
saja diruang itu tanpa seorang pun dan aku diberikan kesempatan untuk
mengetahui siapakah dia sebenarnya? Lalu, tentunya menikmati senyum ringannya
yang nyaris saja menghempaskan jari-jariku kedasar Bumi. Melihat senyumnya
seraya menikmati kado terindah yang diberikan bumi untukku tahun ini.
Tak terasa, waktu pun berlalu dan
kami harus secepatnya pergi ke lokasi lapangan, sesuai jadwal yang telah
ditentukan. Aku beserta rombongan yang lain sesegera mungkin membersihkan
ruangan Aula untuk kemudian kami tinggalkan. Sementara itu, dilapangan sudah
bersiap para anggota lain yang siap membuat para peserta anggota baru pada saat
pulang nanti tidak hanya mendapatkan rasa lelah, tapi juga ilmu dan arti
persahabatan.
Sesampainya di lokasi, sudah ada
tim yang telah menyambut mereka agar tidak terjadi kesalahan saat tiba di
lokasi, tapi aku sedikit telat sampai ditujuan karna ada hal yang harus
kupersiapkan ketika di perjalanan. Ada rencana mendadak rupanya, aku diperankan
akan beradu argumentasi dengan Dian lalu ia menuduh aku lah yang mencuri hp nya
yang hilang.
Sesampainya aku dilokasi, aku hanya
terbodoh. “Kenapa yang lain udah pada sampek yah?”
Ku-senderkan tas yang kupakai ke
sebuah dinding yang ada di dekatku, tapi setelah aku coba untuk kembali
berdiri, aku melihat sebuah senyum (lagi) yang mencoba untuk mengusikku, tapi
aku tidak diam saja. Aku coba menghampirinya sambil menyaksikan setiap gerak
dari seorang anak pemilik senyum itu. Dan saat semua game telah berakhir, aku yang bersiap bergabung dengan panitia yang
lain mendapati seorang anak yang sedang memegangi jarinya yang sepertinya
tergores dan berdarah, yah, aku awalnya panic banget. Tapi entah ada angin
putting beliung apaan aku bisa tenang.
Masih dalam posisi bingung,
kudongakkan kepala ku, ternyata anak itu adalah dia.’’Pantas aja aku tenang
banget, gak ada paniknya. Permaisurinya didepan aku’’ lamun ku dalam hati.
Tak lama ku cari peralatan P3K seadanya
saat itu, karna aku mulai panic dengan keadaan (re: Parno) ku dapati sebuah
kotak P3K, dan ternyata hanya sebuah obat merah yang kutemukan. Entah bagaimana
caranya. Ku tuangkan tetes demi tetes obat merah itu ke jarinya. Walau kudengar
suara jeritan kecil menahan perih. ‘’Tahan dikit, kalo gak gini entar takutnya
infeksi’’ Ujar ku sambil menenangkannya.
Tak beberapa lama kembali lah kami
berdua kedalam kerumunan barisan yang sedang dikerjai oleh beberapa anggota
Senior dan Alumni. Beberapa peserta mencoba mencari tau apa yang terjadi antara
aku dengan si anak tadi, tapi aku coba untuk mengalihkan pembicaraan dan
menjaga titik focus para peserta. Dan sekali lagi, aku dimanjakan dengan senyum
indah dengan sedikit tawa kecil. ‘’Jangan sampai aku ketahuan, kalo aku lagi
liatin senyumnya’’ Gumamku.
Dan, saat yang ku tunggu pun tiba,
Dian yang saat itu tiba-tiba menangis ditutupi sapu tangan (re: pura-pura
nangis) dan Ridho yang saat itu memulai semuanya, dia mulai menanyakan “Min,
lihat Hp Dian gak?’’
‘’Mana ku tau, aku dari tadi disini
loh’’ Jawabku denga sedikit lantang
Dibarisan, para anggota sudah
terlihat panic sekaligus bingung, dan sesekali anggota yang lain memastikan
kalau aku jangan sampai lepas Control dalam sandiwara kecil ini. Dan kukatakan
pada yang lain. ‘’ Pande kali kelen bah, baru mau jadi anggota aja udah
maling-maling, gak tanggung-tanggung seniornya juga jadi korban’’ para peserta
semakin bingung dengan apa yang terjadi.
‘’Udah deh, aku malas yah di tuduh
gini, periksa aja satu-satu tas mereka. Dapat orang-nya ku pijak-pijak
langsong!’’ Tantang aku dengan nada tinggi.
Setelah beberapa lama di geledah,
dapatlah Hp yang dimaksud. Ternyata tidak hanya Hp Dian yang hilang, Hp Dian
dan Ridho kami dapati di tas 2 anak yang kamu ketahui namanya Jihan dan Inggri.
Tak berapa lama, mereka berdua
menangis dan Jihan sampai berkata
‘’Bukan saya yang ngambil, saya gak
level lah sama hp yang gituan, kalo saya mau saya bisa minta sama mama saya’’
Ujarnya sambil menangis.
Tak berapa lama, muncul lah Bu Nur
Asiah yang tiba-tiba nongol mencairkan suasana dan memeluk Jihan dan Inggri dan
kami para Panitia menyanyikan Happy Birthday bagi mereka.
Kemudian, sampai lah di ujung
acara, seluruh peserta di izinkan untuk pulang dan di ingatkan jika minggu
depan mereka akan berkegiatan di ruangan.
“Akhirnya, selesai juga hari ini!!!
Lelah bener, tapi kayak gaterasa sih, yah gak sal? Tanyaku kepada Faisal
‘’Iyah,Meen. Prediksi aku capek
banget. Tapi kok gak terasa yah?? Heran deh hahaaha’’ jawab Faisal.
‘’Sampai
juga dirumah, Huh! Penat sekali rasanya hari ini, besok gak mau kemana-mana
deh, mau manjain badan dulu hahaha’’ Gumamku dalam hati.
Selesai
mandi, aku pun berbaring disebuah pulau kapuk yang nyaris tak pernah bosan ku
tempati, bahkan tak pernah protes siapa dan apa saja yang telah tumpah di pulau
itu, oke karna mungkin dia benda mati kalo enggak mungkin dia bakal
meronta-ronta lalu melaporkan aku ke KomNas HAM. *jleeb.
‘’Wah,
update Twitter asik nih, malam minggu ini lagi pula kan?’’ Tanyaku dalam hati.
Setelah
ku cek twitter ku, kujumpai sebuah mention dari seseorang yang seperti dari
namanya aku tidak begitu asing, namun rasa penasaranku saat itu melebihi kuota
internet di hp ku saat itu, ‘’Waaaaaw!!!! What the…amsyoong!! Anak itu mention
aku, bahkan dia minta followback aku!!!”
Tak bisa
ku ungkapkan dengan kata-kata rasa senang yang kudapat malam itu, walau mama
harus marah-marah karena gak les ( lagi ) (re:cabut) tapi, rasa senang ini udah
ngalahin semuanya, bahkan saat itu aku nyaris lupa kalau aku lah yang sebagai Senior
harus lebih menjaga sikap, tapi mungkin karena benih cinta itu mulai tumbuh,
dan tumbuh di orang yang tepat.
Dari
sebuah hal yang kecil memang, tapi dari hal kecil itu pula aku dibuatnya
bahagia. Ada rasa penasaran yang berlanjut lalu rasa khawatir yang begitu gila saat
aku melakukan sedikit saja kesalahan. Entah itu kusadari atau tidak, yang jelas
dia begitu memikat hatiku. Senyum nya saat itu sukses buat aku selalu keter
boneeng memble nyarikin dia. Contohnya, saat bel istirahat, aku keluar terus
apa yang aku lihat? Aku cuman lihat ke atas, trus palingan gak lama dia nongol.
Dan
setelah melewati masa PDKT yang cukup ribet dan tarik ulur, kami pun resmi
jadian. Aku ingat banget, awal kami jadian, yang kefikiran di kepala aku saat
itu cuman ‘’Jangan buat satu kesalahan kecil yang bersifat bodoh yang buat dia
pergi’’ setidaknya dalam tahap 2 minggu kami jadian, aku sukses bertahan di
titik terbosan menurutku saat itu. Walau, terkadang aku sedikit parno-an untuk
semua ini.
Aku
hanyut dalam buai senyumnya saat itu, dan aku semakin menyayanginya dan tentu
aku tak ingin kehilangan dia, walau
dengan alasan apapun. Tapi, ternyata tuhan memiliki rencana lain buat ini
semua. Aku pun mulai ceroboh, aku hanya terdiam dijalan ini. Sementara dia
telah jauh berjalan dengan bayaang semu-ku. Dan akhirnya dia sadar, ‘’Buat apa
aku terus-terusan berjalan dijalan ini? Aku hanya memeluk bayaa semunya bukan
dirinya’’ dan akhirnya dia memilih untuk menepi dari jalan ini.
Bodohnya
aku saat itu, aku baru tersadar dari mimpi panjangku ketika ia telah jenuh
dengan semua ini. Dia terlalu banyak berjuang untuk semua ini, dan aku menemui
sebuah jejak tapak. Kutemukan separuh hati yang telah dilepas. Aku hanya bisa
terdiam dan merintih sambil sesekali tertawa, ‘’ini mimpi kan? Hehe..’’ Tanya batinku.
Tapi inilah kenyataan terpahit yang kuterima, dia tak pernah salah. Hanya aku
yang begitu bodoh dengan tidak menjaga apa yang kumiliki.
Mentari baru saja
hilang dari singgahsananya
Tak lagi berada
disisi tentramnya
Tak pula di tempat
yang ia inginkan
Ia kini bersembunyi
dibalik semilir angin
Tak lagi kutemukan
indahnya pelangi
Begitu pun dengan
senja
Kini, hanya ada
bongkahan batu dan kibaran api
Bongkahan batu yang
begitu keras
Dan pula dengan
kibaran api yang panas
Perlahan namun pasti
aku mulai kehilangan indahnya
Berawal dari sebuah
senyumnya.
Lalu raut manjanya
Hingga akhirnya aku
harus melepaskanya.
Mentari tak lagi
mampu menghangatkannya
Pelangi pun tak lagi
bisa beri dia warna
Dia lebih memilih
sang bulan dengan sejuta kemisteriusannya
Untuk Sang Mentari
yang tak lagi berada diposisi terindahnya.